pick-up-lines, 78

M J
4 min readJul 4, 2021

--

Yoongi melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Mengejar waktu, lebih tepatnya. Kepalanya ia ajak berpikir sedari tadi; sekiranya apa hadiah yang cocok untuk si cantiknya itu. Kalau jaket, sudah biasa. Sweater, cih. Memikirkan bahwa pemuda Kim Namjoon pernah menghadiahi hal yang sama membuat Yoongi mual. Tidak, tentu bukan itu. Yoongi tidak ingin Jimin mengingat sesuatu yang dibencinya. Meskipun Jimin tidak pernah secara menunjukkan secara langsung kalau ia kepalang benci dengan produser lagu dari Alfa Entertainment itu, tapi Yoongi cukup bisa membaca situasi.

Atau mungkin jam tangan? Seingat Yoongi, Jimin mengoleksi beberapa jam tangan─Rolex, Audemars Piguet, Patek Phillipe, dan juga Mont Blanc. Namun sisi lucunya adalah, Jimin juga mengoleksi jam tangan anak-anak serial Pokemon, yang membuat Yoongi dijewer berulang kali karena ia sibuk tertawa.

Perhiasan, mungkin? Yoongi menggeleng kecil. Si cantiknya itu mengoleksi ratusan perhiasan mewah dari berbagai high-end brand. Sebut saja, Chanel, LV, Dior, Cartier, dan juga Tiffany. Perhiasan-perhiasan itu berjejer di lemari kaca yang bisa Yoongi lihat setiap kali ia berkunjung ke apartemen Jimin. Membuat Yoongi menghela napas kasar, kalau semuanya sudah dimiliki Jimin, apa yang belum?

Yoongi membelokkan mobilnya ke Times Square Mall, sambil terus memutar otaknya sekiranya apa yang akan membuat lelaki cantiknya itu terkesima. Yoongi selalu ingin yang terbaik untuk Jimin. Hal yang paling sederhana saja, jika sedang makan berdua, Yoongi selalu mengambil porsi yang paling banyak untuk Jimin. Jika mereka membeli Starbucks, dan Frappucino milik Yoongi terlihat lebih banyak whipped cream daripada milik Jimin, Yoongi tidak segan untuk menukarnya begitu saja. Apalagi sejak tahu kalau pemuda Busan itu sangat jatuh cinta dengan whipped cream.

“Tolong ya, Pak, makasih.” Yoongi lantas berjalan cepat setelah memberi kunci kepada petugas valet. Matanya mengedar, ia benci keramaian. Mungkin harus digarisbawahi jika sejak bertemu Jimin, Yoongi lebih menyukai keadaan di mana mereka hanya berdua saja.

Alunan musik instrumental Forever in Love-nya Kenny G mulai mengalun di seantero mall. Perut Yoongi mulas. Pasalnya ia sudah berkeliling, mulai dari toko sepatu, masuk toko perhiasan, masuk gerai jam tangan, melihat berbagai macam jaket dan sweater musim dingin namun seperti ada yang tidak pas. Kata-kata “Ah, Jimin mah gak suka ini, bego lo.” terus mengulang di otak Yoongi. Bayangan direct message dari Namjoon kala itu sebenarnya cukup mengguncang Yoongi; di saat Namjoon dengan percaya dirinya bilang kalau ia jauh lebih mengetahui Jimin dibanding Yoongi. Semenjak itu Yoongi selalu merasa ada di scene kompetitif. Selalu merasa harus bisa mengalahkan Namjoon.

Ia berhenti sejenak. Matanya mengeliling; mencoba mendapatkan sesuatu yang bagus untuk ia bungkus dan dibawa pulang. Kemudian mata kecilnya menangkap gerai wewangian sederhana di pojok lantai dasar. Ia memicing, Scent of Goddess.

Namanya bagus, coba aja dulu kali, ya.

Yoongi berjalan cepat, ia harus mengejar waktu. Notifikasi direct message dari Namjoon tadi cukup membuat Yoongi memutar matanya malas. Fokusnya terbelah; antara taruhan, hadiah, dan tentu saja Park Jimin. Entah, seperti ada sesuatu di dalam diri Jimin yang mampu membuat Yoongi memusatkan fokusnya ke dirinya seorang.

“Halo, Kak. Cari yang wangi apa, nih?”

Yoongi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia kemudian melirik name-tag yang dipakai karyawan perempuan itu, Hana.

“Um, Hana, saya lagi cari hadiah. For someone special. Kamu mungkin ada saran?”

Perempuan itu sejenak berpikir. “Kakak mau parfum dengan wangi yang soft atau strong? Mungkin bisa aku bantu sesuaikan dengan mau kakak.”

“Soft, sih.” jawab Yoongi cepat. “Kalau bisa yang wanginya tidak pasaran ya, Hana. Lembut aja gitu wanginya, gak yang nyegrak. Dari brand apapun boleh.”

Hana segera mengambil sebotol parfum dari meja kaca belakangnya, Dolce and Galbbana.

“Aduh, wanginya saya gak suka. Yang lain aja, ada?”

Marc Jacobs.

“Saya kayak pernah nyium wanginya deh, Na. Di mana ya…”

Jo Malone.

“Ini mah, dia punya banyak.”

Hingga pada akhirnya, Hana mengeluarkan semua parfum branded yang toko itu punya, lalu ia letakkan di meja. Sehabis itu, Hana mengambil biji-bijian kopi di dalam wadah kecil lalu ia berikan ke Yoongi.

“Kak, ini saya udah sortir, mana yang wanginya soft, mana yang wangi floral, mana yang wangi oceana, mana yang wanginya kayak kue. Kakak tinggal pilih aja. Dan ini,” ia menunjuk biji kopi. “Buat netralisir wanginya. Biar kakak gak pusing.”

Yoongi mengangguk mengerti. “Kasih saya sepuluh menit, Na.”

Perempuan itu bergegas berbalik, membereskan sisa kekacauan yang tadi dibuat Yoongi. Belum ada sepuluh menit, Yoongi sudah memanggilnya kembali. Rautnya terlihat pusing, Hana ingin tertawa tapi tidak tega. Pemuda tinggi, berbadan tegap, dengan muka terlihat tidak bersahabat; kini bingung dihadapkan dengan puluhan wewangian beraroma lembut.

“Hana.” Yoongi memijat pelipisnya. “Saya nyerah, deh.”

Hana kembali melihat Yoongi. Tidak tega.

“Kak, atau gak, gini. Kalau kakak ngeracik parfumnya sendiri, mau, gak?”

Yoongi mengangkat alisnya. “Emang di sini bisa?”

“Kebetulan kami memang lagi ada event buat parfum sendiri sih, kak.” Hana terkekeh. “Kalau kakak mau, kakak bisa nulis dulu kira-kira top notes, middle notes, sama base notes-nya mau yang gimana. Nanti saya bantu, biar saya siapin dulu ya, kak. Gimana?”

Yoongi mengangguk senang. Ini yang dicarinya. Mungkin kalau parfum mahal, sudah biasa. Yoongi ingin membuat sesuatu untuk dipakai Jimin, sesuatu yang jarang atau bahkan tidak terbesit di otaknya. Walaupun Yoongi agak merasa sayang; mengingat Jimin sudah selalu beraroma floral dan pine woods secara alamiah.

Yoongi sedang melihat berbagai notes di atas meja yang telah disiapkan Hana ketika ada suara memanggilnya.

“Yoongi?”

Yoongi mengangkat kepalanya.

“Soraya?”

Perempuan dengan rambut pendek itu lantas memajukan badannya. Tingginya yang tidak beda jauh dari Yoongi membuat Yoongi dapat melihat ada guratan senang di matanya.

“Hai… Yoon, kita ketemu, lagi.”

Bad timing ever; bertemu salah satu orang yang pernah indah di masa lalu, sekarang.

--

--

M J
M J

No responses yet